Kalau jodoh pasti ga akan kemana Ungkapan itu selalu terngiang ketika aku mendapatkan sesuatu yang aku inginkan. “Yes!! Keterima kerja!” Setelah cukup dengan rehat dari pekerjaan dan dirasa perlu uang tambahan untuk kuliah ini, aku mencari pekerjaan dan diterima! Rasanya aneh banget, senang karena bisa dapet kerjaan tapi sedih juga harus meninggalkan kota Bandung, kota kelahiranku ini. Tidak apa-apa, jarak Bandung- Bogor itu dekat kan? Masih bisa pulang-pergi dan masih berada di Jawa Barat, jadi ga jauh-jauh amat? Tapi tetap berasa sedihnya apalagi ketika hari-hari terakhir aku di Bandung. Persiapan untuk pindahan sudah aku cek berkali-kali, dokumen penting juga sudah siap, yang belum siap hanya perasaanku ini. Bandung ini rumahku, seisinya dan makhluk yang tinggal di sini akan menjadi sebuah rasa yang harus aku tinggalkan. Ini mungkin saat yang tepat untuk mengucap perpisahan? Sembari rebahan aku membuka instagram, lagi-lagi yang pertama muncul adalah foto Azam berlatar pantai. "Oh dia lagi liburan?" Aku menutup aplikasi instgaram dan beralih ke aplikasi chat. Dan chat itu berakhir sampai di situ. Aku meninggalkan perasaanku kepada Azam sampai di sini. Dan selanjutnya aku akan membuka halaman baru di kota dan pekerjaanku yang baru.
*** Gonna upload this part! Baru ngeh ternyata udah setahun aja ini cerita ngegantung dan tepat setahun kemudian aku baru bisa update hehehehe. Raisa yakin katanya bisa move on dari Azam yang udah selangkah lebih maju punya cewe baru hahaha. Kita liat hasilnya gimana
0 Comments
Malam itu aku mendengarkan lagu secara acak sambil mengerjakan kerjaanku yang ga ada ujungnya. Mulai dari lagu rock, jazz, have fun, sampai lagu galau.
Di tengah menyelesaikan kerjaan, aku membuka Instagram yang jarang sekali aku buka. Ada angin apa ya tiba-tiba pengen buka Instagram? Gumamku dalam hati. Aku mulai menscroll foto-foto teman-temanku. Lalu mataku tertuju pada instagram story dari Azam. Aku ragu untuk membukanya…tapi aku penasaran. Saat itu pula lagu Day6 yang berjudul Still terputar secara otomatis. Benar saja… sesaat aku melihat storynya rasanya aku ingin menangis, ditambah lagu Still yang terdengar between you and me those sunny days were already over I threw it away, but it’s hard to give up I guess I still want you Aku melihat foto Azam bersama perempuan yang waktu itu dia kenalkan. Perempuan itu terlihat cantik dan anggun. The type of girl I’ll never be. Rasanya moodku langsung berubah padahal aku dalam keadaan hati dan perasaan yang baik-baik saja. Azam yang dulu pernah aku bangga-banggakan. Yang dulu selalu ada untukku dikala aku tidak bisa tidur di malam hari. Lelaki yang peka akan suasana yang terjadi. Lelaki yang aku sia-siakan…. Dan kalimat “kalau saja…” terus berputar di pikiranku Kalau saja dulu aku tidak melakukan hal bodoh, mungkin sekarang dia masih di sini, masih bersamaku, masih disampingku saling menyemangati dalam urusan kerjaan. Masih memberiku puisi-puisi hasil karyanya, masih bertukar sapa…masih… segalanya...masih bersamanya. "Zam boleh minta tolong?"
Pukul 19.30. Aku masih berkutik di depan laptop dengan beberapa buku yg tertumpuk di atas meja. Tugas kuliah ini.... ah tidak akan ada habisnya jika aku bercerita bagaimana tugas kuliah ini benar2-benar menyita waktuku. Buktinya sekarang aku masih duduk di perpustakaan. Untung saja hari Rabu, perpustakaan di kampusku buka sampai jam 9 malam. Dan tadi, 15 menit yg lalu aku memberanikan diri untuk menelefon Azam. Bukan tanpa alasan aku menelefonnya, tapi kali ini aku rasa butuh bantuannya. Aku mau meminta tolong Azam mengisi beberapa kuisionerku. Oke jangan tanya kuisioner apa dan kenapa harus Azam yg mengisi. Karena waktu yg sudah mepet, H-2 sebelum pengumpulan, jadi aku melakukan cara ninja. Mengingat teman-teman semasa S-1 ku sudah pulang ke kampung halaman masing-masing, jadi orang pertama yang aku ingat masih berada di Bandung adalah Azam. "Urang udah di luar" Setelah membaca pesan tersebut aku segera mematikan laptop dan membereskan barang-barangku. Ku lihat keadaan perpustakaan yang ternyata belum sepi-sepi amat, mengingat waktu bukanya sampai jam 9 malam. Punggungnya. Aku melihat punggung Azam dengan jaket kesayangannya yang sedikit basah di bagian pundak. Ternyata malam ini hujan turun cukup deras. Aku merasa bersalah menatap punggungnya itu. "Zam.." "Eh Ra..." "Maaf ya ngerepotin" "Ga apa-apa Ra. Tadi juga sekalian habis kerja main ke daerah sini" "Ah iya-iya" Aku lupa kalau Azam sudah bekerja di salah satu firma hukum. Yap Azam adalah mahasiswa hukum yg kini sudah mulai merintis karirnya. "Mau ngisi kuisioner di mana zam? Di sini?" Tanyaku "Basah atuh Ra" "Hehehe. Di mana dong?" "Kamu udah makan?" Aku menatap matanya dibalik lampu remang-remang teras perpus ini. "Belom sih hehe, kan ngejar deadline" Azam tertawa sambil memegang tengkuknya "kalo urang ngajak makan...mau?" Hahaha percakapan ini. Dulu sewaktu Azam sedang mendekatiku, pertanyaan ini sangat susah untuk aku jawab Iya atau mau. Karena memang aku ini bisa aja diajak chat sampai malam, tapi sangat susah untuk diajak main ke luar. Jangankan main, sekedar makan di dekat rumah pun aku selalu punya 1000 alasan untuk menolak. Karena aku yg tidak berpengalaman pergi bersama orang yang sedang mendekatiku, jadinya selalu dirundung overthinking. Tapi Azam juga punya 1001 cara sampai akhirnya bisa mengajakku makan dan pergi bersamanya. Aku mengangguk tapi melihat keadaan yang sedang hujan begini bagaimana bisa naik motor? "Itu urang bawa mobil kok. Tuh di depan. Kehujanan dikit ga apa-apa ya?" Azam seakan-akan bisa membaca pikiranku. Aku mengangguk lagi dan bersiap-siap untuk menerjang hujan bersama Azam. "Siap ya...1...2...3" Aku dan Azam pun berlari. "Ramen yu Ra, kayanya enak hujan-hujan gini" kata Azam setelah sampai di mobil dan menyalakan mesin mobilnya. "Hayu" Kami pun pergi ke tempat ramen yg tidak jauh dari rumahku. Daerah sini hujannya sudah berhenti. Tinggal dinginnya aja. "Nih Zam kuisionernya. Kalo bisa tulisannya dibedain ya. Soalnya mau dilampirin di makalahnya" "Ok siaaap" Aku menatap Azam yg sedang mengisi kuisioner tentang makanan khas daerah. Awalnya Azam nampak serius. Tapi dikuisioner ke 5 dia mulai menjawab asal. "Beres nih ra" 15 kuisioner sudah Azam isi dalam kurun waktu 30 menit. Kini aku bisa sedikit bernafas lega. Tinggal di submit, lalu dilihat hasil, udah gitu print terus jilid. Beres sudah tugas ini.... Setelah selesai makan, kami tidak langsung pulang. Kami mengobrol apapun yang bisa dijadikan bahan obrolan. Aaaaa aku rindu sekali masa-masa seperti ini. "Eh Ra, liat ini deh" Azam memberikan ponselnya dan terlihat di layarnya ada foto Azam dengan seorang perempuan. Deg "Siapa nih Zam? Pacar baru?" Kataku berusaha setenang mungkin bertanya. "Bukan Ra" seulas senyum tersirat dibibirku. "Tapi kayanya dia berusaha ngedeketin urang deh" "Terus terus gimana?" "Ya gatau sih. Urang udah intens chat sama dia. Tapi kaya ketemen biasa gitu" "Belom lama kali deketinnya, jadi belom dapet feelnya" "Iya juga sih ya. Tapi ya...gatau deh masih ngawang" Aku tersenyum. Rasanya seperti ini toh melihat mantan punya gebetan baru. Ah ini juga mungkin yang dirasakan Azam waktu aku dekat dengan Pa Irsyad... "Kalo kamu gimana Ra?" "Gimana apanya?" "Sama guru itu...masih kan?" Aku menarik nafas lalu mengeluarkannya perlahan "Kalau aku bilang udah ga ada apa-apa lagi sama dia, kamu bakal percaya ga, Zam?" Azam terdiam sesaat, lalu tersenyum dan menepuk lenganku "Ga apa-apa bukan jodoh berarti Ra" Waktu kenal Pa Irsyad, jujur aku tidak terlalu suka dengan sifatnya. Pa Irsyad itu suka so cool dihadapan murid-murid sekolah. Ditambah lagi sifatnya diawal aku bekerja sangat dingin terhadapku. Salah aku apa? Semakin lama kenal dengan Pa Irsyad, aku semakin tahu bagaimana sifat aslinya. KYa memang dingin. Tapi kalau diajak ngobrol juga masih nyambung kok. Misal nih kalau ngomongin masalah sekolah, RPP satu lembar, murid-murid dan isu-isu yang lagi panas, kadang dia suka menyikapinya secara kritis. The real kebapaan banget. Pa Irsyad juga masih bisa diajak ketawa sih, tenang aja. Walaupun selera humor kita kadang ga satu server. Mungkin karena jarak umur juga berpengaruh kali ya? Padahal cuma beda 5 tahun. Terus Pa Irsyad itu cukup perhatian. Misal nih setiap ke dapur sekolah, dia suka bikin teh manis untukku. Di saat jam pulang sekolah juga pasti dia menungguku sampai pulang. Aku ga minta diantar, soalnya malu dilihat guru senior dan murid-muridku. Kami berusaha untuk professional kalau di tempat kerja. Menghindari gossip-gosip yang mudah tersebar. Tapi setelah aku memilih resign dari sekolah itu dan memilih fokus S2, aku cukup jarang bertemu dengannya. Sama-sama sibuk sih. Kurang lebih sudah 6 bulan aku dekat dengannya. Memang masih baru sih, tapi Pa Irsyad ini kayanya..hmm..gimana ya ngomongnya…kayanya dia serius sama aku. Dilihat dari cara bicaranya yang tidak jarang membicarakan masa depannya dengan aku kelak. Tidak ada kata pacaran untuk kami. Hanya aku dan Pa Irsyad sudah sama-sama yakin ketika membicarakan soal… pernikahan. Hari ini Pa Irsyad mengantarku ke Gramedia buat membeli beberapa buku S2 ku. Kata Pa Irsyad sih sekalian minta maaf udah batalin janji ga nonton Playlist. Meskipun dia meminta maaf tanpa memberi alasan yang pasti. Dia hanya bilang “urusan mendadak”. Aku sih udah biasa aja ya, lagian udah seminggu yang lalu juga, masa masih mau diem-dieman? Lagian aku juga pas nonton Playlist happy-happy ko. "Eh sekarang Minggu ya? Berarti udah seminggu lalu ya aku nonton Playlist" gumamku "Iya. Besok Senin ra" jawab Pa Irsyad dingin "Pa, minggu kemarin tuh sebenernya ada acara apasih sampai tiba-tiba ngebatalin nonton?" Tanyaku tiba-tiba. Pa Irsyad yang sedang memainkan ponselnya kini menatapku. "Kalau udah beres kita pulang aja yuk?" Kata Pa Irsyad sambil menggandeng tanganku. Tangan sebelahnya membawa keresek buku-buku yang telah aku beli. Aku menatap gandegan tangannya, dingin. Dan aku yakin Pa Irsyad mengalihkan arah pembicaraanku ini. "Waktu itu ada teman kampus saya yang tinggal di Jakarta lagi datang ke Bandung Ra" Pa Irsyad membuka pembicaraan sambil memakai seatbeltnya dan menyalakan mesin mobil. Aku yang mendengar pun ber-oh-ria. "Kita-kita yang stay di Bandung langsung ngajak main dia, sekalian reunian. Walaupun ga ada rencana mau ke mana" lanjutnya. "Oh jadi itu urusan mendadaknya… tapi bener sih pa kalau ga direncanain biasanya suka jadi main" kataku dan Pa Irsyad tertawa. "Teman saya yang orang Jakarta itu…cewek Ra" Mendengar omongan Pa Irsyad aku kembali ber-oh-ria. Bingung harus bereaksi bagaimana. Tidak ada hal lain yang aku pikirkan, selain liburan bersama teman? Toh hanya teman semasa kuliah. Lagian perginya ga berdua doang kan. Jadi ga ada masalah. "Ra saya mau tanya deh…" Tanya Pa Irsyad sambil menoleh sebentar ke arahku. "Tanya apa pa?" "Prioritas kamu buat sekarang ini, apa?" Aku terdiam sembari menatap jalanan Bandung yang kini mulai basah akibat hujan. Aku memikirkan jawaban dari pertanyaan ini cukup lama. Pertanyaan Pa Irsyad ini bobotnya hampir mirip dengan pertanyaan apa alasan kamu melanjutkan S2? Aku sendiri belum punya jawaban pasti untuk pertanyaan ini. "Prioritas aku… apa ya pa? Kayanya ngikut alur hidup ajadeh" jawabku sekenanya. "Jawaban kamu ga meyakinkan Ra hahaha" Pa Irsyad tertawa. Kedengerannya sih tertawa kepaksa. "Saya ini prioritas kamu bukan?" Tanya Pa Irsyad lagi tanpa menatapku. Kini aku yang menatap Pa Irsyad. Ini pertanyaan-pertanyaan Pa Irsyad ko susah banget ya buat dijawabnya? "Hmm, i…ya pa…" Pa Irsyad tertawa terpaksa (lagi). Aneh banget sumpah. "Mau tau ga prioritas saya itu apa?" "apa pa?" "Prioritas saya sekarang itu memulai hidup baru Ra" Bentar-bentar memulai hidup baru tuh maksudnya..beneran nikah nih? "Kalau kamu sekarang S2 berarti prioritas kamu itu ya pendidikan kamu Ra" "I..ya terus?" "Berarti saya bukan prioritas kamu" Jujur pembicaraan Pa Irsyad ini bikin aku pusing. Prioritas yang bagaimana sih? Omongannya itu terlalu berbelit. Otak aku masih belum bisa mencerna omongan Pa Irsyad soal prioritas-prioritas ini. "Dikala saya sibuk kerja buat buat nabung di masa depan, kamu masih mikir kalau gaji kamu itu buat nonton konser. Kalau saya mikir umur 20 tahun ke atas itu waktunya untuk menjadi dewasa, kamu itu malah mengikuti apa kata orang tua kamu dengan lanjut kuliah S2. Kalau kamu lanjut S2 tandanya saya harus nunggu kam--" "Iya pa terus maksudnya gimana? Bapa ga suka saya lanjut S2?" Emosiku mulai naik satu tahap ketika Pa Irsyad membicarakan orang tuaku. Gimana bisa Pa Irsyad menyimpulkan aku melanjutkan S2 karena desakan orang tuaku? Memang waktu itu orang tuaku menawari untuk melanjutkan studiku. Itupun karena tidak ada tanda-tanda seseorang akan datang dengan pertanyaan-pertanyaan serius seperti ini. Makanya aku memilih lanjut S2. Mumpung ada jalan. "Saya ga bisa kalau harus nunggu kamu 2 tahun lagi" Deg. Nafasku tercekat. Suara Pa Irsyad membuat mataku sedikit membelalak. "Ga perlu nunggu 2 tahun Pa, aku siap kalau bapa mau melamar sekarang juga hahahaha" aku tertawa berusaha mencoba mencairkan suasana yang sekarang sedingin kutub es ini. Sekalian menetralkan detak jantung yang berdetak lebih cepat ini. Sedangkan Pa Irsyad memarkirkan mobilnya tanpa mematikan mesin mobil. Di antara kami sama-sama diam, tidak ada yang turun dari mobil. "Engga gitu Ra…saya ga mau fokus kamu terbelah antara urusan rumah tangga dan kuli---" "Jadi bapa maunya apa?" aku memotong pembicaraan Pa Irsyad yang semakin membuatku pening itu. "Saya mau punya kehidupan baru dengan orang yang benar-benar siap. Tapi saya rasa itu bukan kamu" “Tau darimana bapa kalau saya belum siap?” Tanyaku sambil mengatur nafas sebaik mungkin, mencoba untuk tidak emosi dan berujung tangis. “Kamu itu sepertinya masih mau main-main di luar sana Ra” Aku tersenyum sambil menatap manik matanya lekat-lekat. Sekarang aku tau kalau Pa Irsyad termasuk orang yang egois dan ga mau menerima aku apa adanya. Dia memikirkan bagaimana masa depannya nanti, bukan bagaimana kami menghadapai masa depan Bersama. Rasanya kali ini aku tidak ingin menangis, tapi Ingin membanjiri dirinya dengan sumpah serapah serta menendangnya dari mobil. Tapi aku ingat kalau mobil ini adalah miliknya dan aku tidak mau dicap cewek kasar tidak berperi kemanusiaan. Sudah cukup aku diputuskan seperti ini, di dalam mobilnya. "Pa ini bukan gara-gara bapa ketemu teman bapa yang dari Jakarta itu kan?" tanyaku sambil kembali menatap ke arah jalanan. "Engga Ra…" "Pa mending kita pulang aja yuk. Saya mau lanjut ngerjain tugas" Pa Irsyad tidak menjawab dan kembali menyetir mobil. Akupun tidak bersuara, hanya menatap jendela yang dipenuhi rintik hujan. Langit sudah mewakili perasaanku lewat rintik hujan yang turun saat ini. Beberapa meter sebelum sampai ke rumah, aku kembali mengeluarkan suara, "Pa… ga apa-apa kalau akhirnya bapa itu milih yang lain, bukan saya. Tadi kan bapa bilang kalau prioritas saya itu S2, bukan bapa. Berarti sama aja dengan bapa bilang prioritas bapa itu menikah dengan orang lain, bukan dengan saya". "Ra…" "Makasih ya Pa, nanti kalau menikah jangan lupa undang saya ya hehehe" Ucapan terakhirku sebelum aku turun dari mobil. Entah darimana aku berani mengucapkan kata-kata itu. Yang jelas kini aku tersadar, kalau aku sekarang harus melenyapkan mimpi-mimpi di masa depan bersamanya. *** Pa Irsyad kalau My Day Playlistnya ini Day6- Letting Go Ga pernah kepikiran bikin part ini sih. Awalnya pengen nyeritain gimana Pa Irsyad segitu baik dan sayang banget sama Raisa. Tapi kayanya Raisa mesti ngerasain juga gimana rasanya ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya uuu. Sempet bingung antara Raisa yang meninggalkan atau yang ditinggalkan. Tapi ya jadinya beginii. Terus kenapa ko nyeritain Pa Irsyadnya cuma dikit? Karena judulnya aja Mazama :) jadi Pa Irsyad ini jadi tokoh pembantu menjalankan alur cerita ini. Terus nih Azam bakal sama Raisa ga ya?? Oiya aku bakal update cerita lain. Jadi kalau di judulnya ga ada -Mazama- tandanya bukan kelanjutan cerita Raisa dan Azam yaa. (Inipun gue gatau ada yang baca apa engga) tapi pengen update aja seakan-akan ada yang baca hahahaha. Mari kita berdendang melepas stress!!
Setelah mengupdate whatsapp storyku, aku mematikan mode data di handphoneku. Pokoknya hari ini aku mau have fun! Ya hari ini adalah hari Playlist Festival berlangsung. Persetan dengan tugas kuliah pasca sarjana yang menumpuk dan Irsyad—Pa Irsyad yang batal menemaniku untuk menonton festival ini serta bagaimana aku pulang nanti malam. Aku sungguh kesal, karena beberapa jam sebelum konser Pa Irsyad mendadak memberitahu kalau ada acara yang tidak bisa dia tinggalin. Rasanya aku ingin menjambak rambutnya saat itu. Tapi apa daya, aku hanya bisa menjawab ‘ga apa-apa’ kemudian tidak membalas pesan masuk dari dirinya lagi. Aku nekat pergi sendirian. Untungnya ada temanku yang lain sudah menunggu di venue. Setidaknya aku tidak menonton sendirian di sana. Pokoknya hari ini bersenang-senang dulu. “Nunggu siapa lo ntar?” tanya Dea, temanku yang logat bicaranya memang Betawi asli. Kadang aku suka terbawa memakai gue-elo meskipun logat Sundaku masih kental terdengar. “Naif, Sheila on7 sama Epik High lah. Lo nunggu siapa?” “Epik High dong. Tapi pengen denger Pamungkas juga” Lalu festival musik inipun dimulai dengan Pamungkas sebagai pembuka. “Ajig gila sih Pamungkas ganteng banget!” seru temanku sambil bernyanyi bersama. Jujur aku tidak begitu tahu lagu-lagu Pamungkas. Oh! Ada satu lagu yang kutahu judulnya I love you but I’m letting go. Can’t you see? That you want someone that I’m not Yes, I love but I can’t So I am letting you go now and baby one day When you finally found what you want And you’re ready to open your heart to anyone Don’t push people away again Easier, I know but it’s also er lonely I love you but I’m letting go Dalem banget nih lagu, kata gue sambil mendalami setiap lirik yang dinyanyikan Pamungkas. Acara dilanjut dengan Hivi! lagu-lagunya yang udah aku hafal. Band ini aku kenal waktu pensi SMA dulu. Lagu-lagunya juga easy listening, aku suka. Apalagi lagu barunya itulooh yang Bumi dan Bulan. Setelah Hivi, finally! Band yang aku tunggu mulai manggung. Yap, NAIF!! Gatau ya aku suka banget kalau Naif manggung, soalnya enak banget buat nyanyi bareng. Aku dan Dea pun tak berhenti untuk terus bernyanyi. Naïf memang ga pernah gagal untuk membuat para penonton bernyanyi bersama sampai teriak-teriak. Tapi aku rasa perform Naif cuma bentar, soalnya mau dilanjut Phum. Penyanyi dari Thailand. Aku baru tahu kalau Phum Viphurit ternyata ganteng banget??? irama lagunya pun aku suka. Sayangnya aku ga tau sama sekali lagunya, jadi aku hanya manggut-manggut sambil menatapi kegantengan Phum. Sambil mendengar lagu-lagu Phum, aku membuka handphoneku dan mengaktifkan data selularku. Sejumlah chat whatsapp masuk dari teman-temanku yang mengomentari whatsapp storyku. Lalu ada Pa Irsyad yang dengan chatnya ‘have fun ya’ tapi tidak ku balas karena masih kesal dan tidak ingin merusak moodku yang sedang bagus ini. Di atas chat Pa Irsyad, aku melihat nama kontak yang dulu selalu menjadi chat teratas di whatsappku. “Eh nonton festival?” “Iya zam” Yap benar itu adalah Azam. “sebelah mana panggung?” “kiri” Azam tidak membalas lagi. Begitu juga aku yang kembali fokus pada pengisi acara lainnya, Yura. Saat sedang bernyanyi handphone yang sedari tadi aku pegang kembali bergetar. “sama siapa?” “temen zam” “Kalo kita bisa ketemu aneh meren ya?” Aku menatap layar handphoneku lebih serius. Takutnya salah baca. Tapi bisa aja aneh sih, karena ini festival yang notabennya ada puluhan ribu orang berkumpul di sini, emang bisa? Apalagi aku sudah berada hampir di depan pagar panggung. “Aneh sih, tapi kalau ketemu lucu juga haha” Tanpa aku sadar, Raisa sudah mulai tampil di panggung. Lagu-lagu dengan suara khasnya itu akan membuat para insan di tempat ini bergalau ria. Termasuk aku yang tiba-tiba saja kepikiran Azam. Ditambah Mbak Raisa di atas panggung menyanyikan lagu mantan terindah. Makin galau saja aku. “Raisa sana yang nyanyi, Raisa sini yang galau” kata Dea sambil melihat ke arahku yang sedang bernyanyi penuh dengan perasaan. Aku tersenyum sambil menatapnya “Cuy aneh ga sih kalau aku ketemu mantan di sini?” tanyaku dengan sedikit berteriak. Dea memicingkan mata setelah mendengar pertanyaanku. “Ya engga lah. Siapapun bisa ketemu di sini. Selingkuhan juga bisa ketemu di sini ra, apalagi mantan” “bener juga sih” “napa, mantan lo nonton juga?” “Kayanya sih gitu, soalnya nanya aku ada di panggung belah mana” “Kalo emang lo ketemu mantan tandanya semesta lagi main-main sama lo. Orang yang lagi deketin lo aja ga jadi datang, lah ini malah mantan yang datang buat lo” Aku terdiam kembali menatap temanku yang bersiap-siap untuk menonton Calum Scoot. Pikiranku melayang ke dalam angan-angan kalau saja masih sama Azam mungkin aku bakalan sing a long with my boyfriend? Kaya cita-cita aku dari dulu pengen nonton konser sama pacar. Tapi ga kesampean mulu Kalau aja sekarang masih sama Azam, aku ga mungkin bingung pulang sama siapa. Karena Dea ini arah rumahnya beda sama rumahku. Dan si kampret Pa Irsyad malah nyuruh aku pulang naik ojek online. Ya ga ada cara lain sih, tapi aku parno duluan kalau naik ojek online. Walaupun kata Dea si anak malam ini ga bakalan kenapa-napa, tapi kan.... Huft, kalau aja ada Azam… *** “Sheila on7 gue dibelakang aja lah ra, cape!” Setelah berloncat-loncat ria dan dibanjur air oleh Epik High, aku dan Dea berjalan mundur menjauh dari riuh penonton yang menantikan Sheila on7. “Puas banget gue ra!!!” kata Dea setelah kami berdua menemukan posisi yang tepat untuk duduk sambil menonton Sheila On7. Sama seperti Dea, akupun puas sekali. Melepas stress dan penat menjadi mahasiswa lagi. Aku kembali membuka handphoneku melihat barangkali ada pesan masuk. Tapi nihil. Hanya ada chat dari grup yang menanyakan tugas mata kuliah Antropologi. Shit mood lagi bagus malah liat chat tugas. Sheila on7 sudah memulai bernyanyi di atas panggung. Semua penonton di sini ikut bernyanyi. Selain Naif, Sheila on7 juga sukses membuat para penonton sing a long. Ada yang sambil loncat-loncat, ada yang sambil duduk sepertiku dan ada yang sambil memeluk pasangannya. Ah aku iri melihatnya. Ketika lagu Dan yang dimedley dengan lagu Itu aku mulai dinyanyikan, aku kembali lagi ke mode galau. Dan... Bila esok datang kembali Seperti sedia kala dimana kau bisa bercanda Dan... Mataku fokus menatap suasana yang pasti akan sangat aku rindukan ketika stress melanda. Ku tengok sebelah kiriku ada Dea sedang bernyanyi dengan penuh perasaan. Dan disebelah kananku… Dan... Bukan maksudku, bukan inginku Melukaimu sadarkah kau di sini 'kupun terluka Melupakanmu, menepikanmu Maafkan aku Aku melihat sosoknya. Sosok yang aku fikirkan sedari tadi. Lupakanlah saja diriku Bila itu bisa membuatmu kembali bersinar Dan berpijar seperti dulu kala Caci maki saja diriku Bila itu bisa membuatmu kembali bersinar Dan berpijar seperti dulu kala Dari ribuan penonton yang hadir di tempat ini dan riuhnya suara penonton di sini, di tempat aku duduk, aku melihat Azam datang menghampiriku. “Ra…” “Zam…” Aku berdiri gontai. Semesta benar-benar sedang bercanda kepadaku. Aku yakin Dea sekarang sedang menatapku juga Azam dengan senyumnya yang meledek sambil berkata dalam hati ‘tuhkan bener apa kata gue’ “Zam pengen nangis…” “Eh ko nangis?” tanya Azam sambil menatapku yang mulai tertunduk Dan... Bukan maksudku, bukan inginku Melukaimu sadarkah kau di sini 'kupun terluka Melupakanmu, menepikanmu Maafkan aku “maafin aku ya zam…” “maaf buat?” tanyanya bingung “buat semuanya…” Azam tersenyum, “Ini bukan lebaran, ntar aja maaf-maafannya” katanya sambil merangkulku, “mending nyanyi…” Lagu kini berganti menjadi Itu Aku Ribuan hari aku menunggumu Jutaan lagu tercipta untukmu Apakah kau akan terus begini Masih adakah celah dihatimu Yang masih bisa ku tuk singgahi Cobalah aku kapan engkau mau Taukah kau lagu yang kau suka Taukah bintang yang kau sapa Taukah rumah yang kau tuju Itu aku... “Percayalah itu aku” kata Azam bernyanyi mengelus puncak kepalaku dan tersenyum ke arahku. *** “Cape ga ra?” “Cape laah, tapi seru! Melepas stress dari tugas-tugas kampus” Jam 1 malam. Setelah berpisah dengan Dea, aku berjalan menuju tempat parkiran dengan Azam. Ya, aku akhirnya pulang dengan Azam. “Cie jadi mahasiswa lagi” “Huhu ternyata berat Zam” “Siapa suruh lanjut S2? Hahaha” kata Azam sambil memberikan helm dari bawah jok motornya. “Eh masih bawa helm dua aja?” “Masih laah siapa tau ada yang butuh tebengan” “Ngejek aku ya Zam?!!” kataku sambil memukul lengannya. “Engga sih, tapi kalo kamu ngerasa mah berarti bener ada yang butuh tebengan. Udah ah yook naik” Aku kembali ke boncengan motor vario hitamnya. Ya meskipun ojek online pun sama-sama naik motor, tapi rasanya aku merasa lebih aman dan nyaman kalau bersama Azam. “Ra tadi denger ga sih Hivi nyanyi lagu Bumi dan Bulan” katanya sambil menunggu lampu merah di dekat Istana Plaza. Sikut tangannya dia sandarkan ke pahaku. “Denger, yang kita bagai bumi dan bulan berpasangan walau tak sejalan” Aku seketika terdiam. Aku baru sadar liriknya… seperti menggambarkan aku dan Azam. “Ko diem? Lanjutin dongg” “Engga ah zam, suara aku habiss” Azam hanya tertawa. Motor Azam kembali melaju, menembus dinginnya malam kota Bandung yang lumayan sepi. Mungkin karena besok senin. “Ra.. kalau butuh teman buat nemenin ini-itu bilang aja ke urang” “engga ah, takutnya kamu sibuk. lagian kan kit---“ kalimatku kembali terhenti dan aku tidak ingin melanjutkannya. “Ga apa-apa, kita kan teman walaupun mantanan juga” jawabnya sambil menepuk lututku tiga kali. Aku mengeratkan pelukanku ke perut Azam. Kepalaku, aku senderkan ke bahunya. Masih tercium aroma khas parfum bercampur asap rokok dari jaketnya. “Zam makasih ya buat semuanya” ***** Hehehe halo, apakah ada yang baca? Jujur ini part random banget dan aku yang baca pun kaya 'naon sih?' Akutu sebenernya lagi kangen ngonser dan kangen keluar rumah. Walaupun sebenernya aku ga gabut-gabut amat di rumah, tapi rasanya pengen main keluar gituloooh. Makanya part ini bisa aku bikin karena saking bingung mau ngapain dan aku berulang kali muterin konser live Sheila On7 di youtube, jadi kepikiran bikin part ini. Oh iya aku juga ga tau ya Hivi nyanyi Bumi dan Bulan atau engga pas Playlist Love, aku ga inget hehe. Cuma pas denger ini lagu ko kaya hubungan Raisa dan Azam wkkkk. Btw part selanjutnya ga akan nyeritain Azam dulu, tapi mau fokus sama Pa Irsyad (Insyaallah 1 part doang). Draftnya udah ada (tuhkan sampe cepet banget bikin part baru, biasanya harus bertapa sebulan dulu) tapi ngga tau ya dipublishnya kapan hehehe. Kalau ditanya gimana aku menghabiskan tahun 2019 ini pasti bakal aku jawab : HECTIC BANGET! Iya itu semua gara-gara skripsi, tapi untungnya semua bisa aku lalui. Alhamdulillah juga besok aku mau wisuda. Tolong jangan tanya siapa pendamping wisuda aku, karena ga ada :)
Bisa aja sih aku telfon kawan lelakiku dan bilang biar dia jadi pendamping aku. Tapi ya banyak tapinya, lagian memaksakan sesuatu hal itu ga baik. jadi ya seadanya aja. Dari subuh keadaan rumah udah pada sibuk, termasuk aku yang lagi dimake up sambil kena omel Mama karena telat bangun. Untungnya sampai di tempat wisuda ga telat. Ya wisuda jalan seperti umumnya. Bedanya pas bubar, biasanya diluar adik tingkat sejurusanku udah pada nunggu dengan ramai dan pakaian aneh untuk meramaikan para wisudawan sampai ke fakultas. Di fakultas sana orang-orang udah pada nunggu untuk sekedar ngucapin selamat sampai ngasih bunga. Dan lagi dihari wisuda ini suasana hectic banget. perasaan cape teu pararuguh. Inginnya cepat beres dan pulang, lagian cuacanya juga tidak mendukung. Sampai di rumah, cuci muka, ganti baju, langsung rebahan main hp adalah hal paling terbaik. Waktu lagi scroll timeline twitter ada satu chat masuk. [Azam] Di depan rumah kamu nih Bagaimana hamba tidak hectic lagi? Aku buru-buru rapih-rapih dan membuka pintu. Dan benar di sana ada Azam lagi duduk dimotor kesayangannya sambil senyum. Suatu hal yang paling aku rindukan. “Sini Zam masuk, dingin di luar” kataku. Azam masuk. Kebetulan di ruang tengah sedang ada Mama yang nonton TV sambil gendong cucu pertamanya. Azam menyalami Mama. “Nak Azam apa kabar?” “Alhamdulillah baik bu” “Sini kenalin ini ponakannya Raisa” “Iya bu Raisa suka update sama ponakannya” “Zam sini yuk di ruang tamu aja” kataku memotong obrolan mama dan Azam, takutnya Mama membicarakan soal setelah-lulus-harusnya-aku-menikah, yang selalu bosan untuk aku dengar, apalagi dengan keadaan mama sambil pegang bayi, takutnya mama bilang mau tambah cucu dong dari Raisa. Azam duduk di ruang tamu sambil memperhatikan beberapa hadiah dan bunga yang aku dapatkan dari teman-teman ketika wisuda tadi. “Banyak amat bunganya” “Kan banyak temen” “woeey mantep, nih dari urang” Azam membuka resleting jacketnya dan memberikan bucket bunga kecil “Wih edelweiss? Makasih looh zam!!” “Iya, selamat ya udah sarjana” “Makasih! eh Zam kenapa sih ga datang di kampus aja? Jadi kan bisa foto pas aku masih pake toga?” “Engga pengen aja. Suasananya beda dong kalau gitu” “Justru moment banget tadi siang tuh” “Yakin deh kalo siang tadi urang pasti ditinggal-tinggal, sekarang kan engga” “Hahahaha” kenapa ya Azam tuh hobi banget bikin aku bingung mau jawab apa. “Itu bunga yang gede banget dari siapa?” tanya Azam sambil menatap buket bunga berwarna mawar merah di atas meja. Aku ikut menatap ke arah buket bunga itu. “Dari Pa Irsyad” jawabku tanpa menatap Azam. Siang itu Pa Irsyad datang ke kampus tepatnya ke fakultasku dengan membawa buket merah besar itu. Aku kaget bukan main. Seorang Pa Irsyad yang dingin dan sedikit menyebalkan itu datang memberiku buket bunga? Aku lebih kagetnya dia tau aku ada di fakultasku. “Ya kan bisa tanya-tanya orang Ra, atau gmaps juga pasti ada kan fakultasmu” itu jawaban Pa Irsyad waktu aku tanya kenapa bisa sampai sini. “Bunga dari urang mah jauh banget ya sama bunga Pa Irsyad” Pernyataan Azam itu membuatku menatapnya. Iya meskipun dari ukurannya memang berbeda, tapi makna dari bunga yang Azam kasih itu beda. Edelweiss, kalian tau kan artinya apa? Keabadian. “Rencana habis wisuda apa?” tanya Azam mengalihkan pembicaraan, untung aja dia peka. “Hmm apa ya? Kayanya kerja atau lanjut- -“ “menikah nak Azam” Mama nyeletuk dari ruang tengah. Ternyata daritadi ada orang ketiga yang mendengar percakapan kami. Memang dasarnya mama itu kepo banget. sampai kesel akutuh. Azam hanya tertawa mendengar ucapan mama yang sedikit berteriak dari ruang tengah. Aku sih udah misuh-misuh soalnya mama tiba-tiba ngomong gitu. “Bu emang Raisa udah punya calon?” tanya Azam. Mama datang ke ruang tamu masih menggendong ponakanku. “Hmm yang serius datang ke rumah duluan aja, nak Azam kalau mau ke rumah bole kok” “Laah saya kan lagi di rumah bu” “Ya maksud teh sambil bawa keluarga sama seserahan gitu” Mama ini kalau teman udah aku pukul :) “Hahahaha, iya bu doain aja” *** Azam pamit pulang ke Mama dan juga aku tentunya. “Udah lama ga ngobrol sama ibu” kata Azam sambil memakai sepatunya di teras rumah. Iya. Memang sudah lama sekali tidak melihat Azam ngobrol sama Ibu. Padahal biasanya suka minta makan. “Doain ya” kata Azam yang sekarang sudah ada dimotornya “Iya hati-hati ya” kataku “doain biar bisa bawa keluarga, kaya kata ibu kamu” Aku yang lagi dadah-dadah terdiam sesaat. Maksudnya apanih? Lagi-lagi Azam bikin aku bingung. Asal kalian tau, atau mungkin sudah tau. Aku dan Azam kan sudah putus cukup lama. Tapi Azam belum mau melepasku. Aku yakin itu. Akupun sebenarnya begitu. Selepas menutup pintu pagar dan kembali ke ruang tamu untuk membereskan cangkir, mama menghampiriku sambil bertanya, “Neng teh maunya sama Pa Irsyad atau Azam?” Aku terdiam sambil menatap dua buket bunga yang ada di atas meja. Kita pernah lama bersama
Semua titik di kota ini adalah kita Walau kau putuskan untuk pergi Cerita kita tetap 'kan abadi Percayalah sayang berpisah itu mudah Tak ada kamu di hidupku aku mampu Namun menghapuskan semua kenangan kita Adalah hal yang paling menyulitkan untukku Pasti tau dong lagu Rizky Febian yang itu? Iya, katanya Berpisah Itu Mudah. Kalau dinyanyiin doang sih gampang, tapi ketika menjalaninya? Jangan Tanya… Move On dari Azam itu ga semudah apa yang dinyanyiin di lagu itu. Kita bisa aja buang semua hal yang berkaitan dengan mantan, tapi kan kenangan yang ada di ingatan kita susah banget buat ilang? Walaupun aku pernah pindah ke hati yang lain, toh yang membekas itu waktu sama Azam. Serius deh kalau gabut atau bahkan lagi jalan-jalan pasti keinget dia terus, karena hampir di setiap jalan punya cerita sama Azam. Untungnya, semester delapan itu menjadi semester yang cukup sibuk. Jadi aku memposisikan diri kalau aku sibuk, ga ada waktu buat mikirin Azam. Terus Alhamdulillah nih aku juga dapet tawaran ngeinval alias ngajar, ya bisa kan membuat diri aku semakin sibuk? Aku mulai ngajar di sekolah yang emang udah ga terlalu asing buat aku. Pertama ngajar emang deg-degan karena takut salah ngomong, tapi jalanin aja dulu. Ga apa-apa salah, namanya juga belajar. Waktu itu jadwal ngajar aku cuma sehari dalam seminggu jadi ga terlalu banyak interaksi sama guru-guru lain. Ditambah dengan ruangan yang beda dengan guru-guru senior. Tapi aku inget, ada satu guru yang masih muda dan lumayan ganteng. Iya maaf mata aku emang suka liat kesana kemari makanya putus sama Azam juga. Minggu kedua ngajar, nothing bad. Aku mulai bisa berbaur dengan guru-guru di sini, termasuk guru perempuan yang menghampiri aku ketika lagi antri di toilet. “Guru baru ya?” sapanya, aku pun mengangguk “Kenalin, aku Dian” sumpah guru ini ramah banget. Setelah antri dari toilet, kita sama-sama balik ke ruang guru sambil ngobrol. Jadi Ibu Dian atau Ka Dian ini adalah guru Bahasa Inggris, baru menikah sekitar dua bulan. Katanya dia itu penasaran ada guru baru tapi kok datangnya seminggu sekali doang, padahal dia butuh temen ngobrol soalnya rata-rata guru disini udah pada senior. “Jadi kamu bukan ngehonor?” “Bukan, jadi aku cuma ngeganti guru Bahasa Indonesia yang ga bisa masuk kelas.” “Kirain guru baru, bahagia nih aku jadi punya temen ngobrol yang ga perlu formal banget” Aku cuma ketawa. Ga lama setelah itu ada dua orang guru muda yang datang ke kita, lebih tepatnya ke meja depan kita. Kalian tau siapa? Itu guru ganteng yang aku liat di hari pertama ngajar hehehe. “Eh kenalin ini guru yang ngeganti Bu Rina Bahasa Indonesia” kata Ka Dian sambil nunjuk aku. Aku cuma senyum, mereka juga senyum. Mungkin canggung. “Sholat dulu” kata guru ganteng itu, btw namanya Pa Ilham ngajar IPA terpadu. Aku cuma ngangguk, sedangkan guru yang lainnya langsung ngacir ngikutin Pa Ilham. “Yang satu lagi itu namanya Pa Irsyad, emang agak judes gitu, tapi aslinya baik kok” kata ka Dian. Aku ga peduli juga sih. Kan yang aku ingin tau itu Pa Ilham, lumayan kan itung-itung buat move on dari Azam? “Dia loh yang ngasih tau aku ada guru baru, makanya aku langsung nyari, eh ternyata kamu toh guru barunya” “Oh iya? Padahal aku kaya ga pernah liat Pa Irsyad di sini?” “Ya iyalah kan kamu baru seminggu di sini, itupun cuma sehari” Dan dari situ tempat aku ngobrol dan bergosip adalah Ka Dian. *** “Bu dapet salam” “hah? Pasti dari murid ya?” jawabku kepada Ka Dian yang baru masuk ke ruang guru. Lagian semenjak aku ngajar ada aja murid yang ngalus atau kasih gombalan ga jelas. Sekolah dulu yang bener dek! Btw kalau gombal gitu inget Azam…lagi…. “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana….” Kata Azam waktu lagi nemenin aku bikin tugas puisi “Ga usah gombal puisi itu, aku bosen dengernya!” Nyatanya aku rindu dengan puisi yang ia hapal hanya satu baris saja. “Bukan atuh bu!” suara Ka Dian mengembalikan ingatanku ke ruang guru “Itu dari Pa Irsyad” “HAH?!” kali ini aku beneran kaget. Pa Irsyad? Guru seni musik yang judes itu? “kaget banget sih mbaknya!!” kata Ka Dian sambil menyenggolku dengan sikutnya. “Ada-ada aja sih kak, tiba-tiba ngasih salam kaya gitu, nanti ada orangnya dimarahin looh” “Disuruh sama orangnya tau, lagian dia kalau jam istirahat ga ada di ruang guru pasti diem di ruang musik” “Iyadeh Waalaikumsalam” “hahaha lucu deh, eh tapi tau gossip murid-murid ga ceu?” “gossip apalagi?” “Jadi murid bikin silsilah gitu, katanya aku itu cocok sama Pa Irsyad terus datang ibu, jadinya ada cinta segitiga. Ya masa aku sama Irsyad, kan aku udah nikah” Aku geleng-geleng kepala sambil ketawa, “dasar anak-anak, sampe bikin gossip kaya begitu bukannya belajar ya?” “Iya hahaha! Eh tapi kamu udah punya pacar belum?” “baru putus” kataku enteng sambil tersenyum kecut. Seketika bayang-bayang Azam kembali di pikiranku. “kasian deh, yaudah sama Pa Irsyad aja” Sumpah Ka Dian ini enak banget kalo ngomong, ga di saring, pantes murid-murid deket banget sama dia. Orang kaya temen sendiri. Tapi aku kan maunya sama Pa Ilham, yang ngajar IPA, pasti dia jenius. Karena menurutku orang-orang yang ada dilingkungan Mipa itu pasti pinter banget. Pokoknya aku ngefans lah sama Pa Ilham. *** Ga kerasa aku ngajar di sini udah setengah semester, udah mulai UTS juga. Kebetulan aku kebagian ngawas. Lumayan kan dapet honor lebih? Hehehe. Berarti udah setengah semester sekolah, aku mulai ngefans sama Pa Ilham. Sayangnya waktu ngawas ini aku ga kebagian ngawas sama Pa Ilham, malah kebagian sama….Pa Irsyad. Sumpah aku belum pernah ngobrol sama dia, padahal meja dia itu depan meja aku, sebelahan sama meja Ka Dian. Kalau aku balik dari kelas, Pa Irsyad suka tiba-tiba berdiri terus pergi. Aku jadi takut, takutnya aku pernah salah ngomong gitu, tapi kan ngobrol aja ga pernah? Ga tau deh. Dan sekarang aku harus ada di satu kelas buat ngawas murid-murid. Pasti canggung banget deh! Waktu bell udah bunyi aku buru-buru bawa soal ujian matematika dan pergi ke kelas sendirian. Ga lama Pa Irsyad datang sambil bawa bolpoin doang satu. Simple banget ya jadi cowok. Setelah nyuruh murid untuk simpen semua barang kecuali alat tulis ke dalam tas, Pa Irsyad mulai membagikan soal, dan aku mulai ngisi absen. Di absen itu ada tanda tangan pengawas satu dan pengawas dua, sedangkan Pa Irsyad itu ngawas di bagian belakang kelas. Aku datangin buat minta ttd nya atau jangan ya? Aku melihat Pa Irsyad lagi berdiri sambil memperhatikan lembar jawaban murid, aura nya kaya tatib masa. Menyeramkan. Pa Irsyad menoleh ke arahku, aku jadi kaget dan segera memberi isyarat tanda tangan sambil mengacungkan kertas. Pa Irsyad pun datang menghampiri meja guru. “saya di pengawas dua aja ya?” “Eh jangan, bapak di pengawas satu, saya kan bukan guru tetap” “Yaudah” kata dia sambil senyum Tapi dia tetap tanda tangan di pengawas kedua. Gila ternyata dia nyebelin. Murid-murid udah beres ngerjain UTS matematika. Rasanya ingin ketawa waktu lihat muka-muka mereka. Ada yang serius banget, ada yang bingung, ada yang nyontek, dan yang menyerah dengan keadaan dan memilih untuk tidur pun ada. Keinget jaman sekolah dulu rasanya. “Bu ini saya aja yang ngasihin” kata Pa Irsyad sambil merapihkan kertas soal “Yaudah” kataku sambil senyum terus berdiri dan pergi. Hehehe berasa bales dendam “Bu…..” Aku berhenti melangkah ketika mendengar suara Pa Irsyad, “iya pa?” “Ga apa-apa” katanya sambil berjalan ke arahku. Hmm bilang aja mau jalan bareng :) *** Setelah beres UTS, sekolah kembali belajar seperti biasa. Aku sempet pusing juga sih, karena harus meriksa jawaban UTS terus nyiapin materi, belum lagi ada tugas bikin jurnal. Rasanya udah bener-bener sibuk banget. Ga ada waktu buat mikirin hal lain, apalagi mikirin mantan. Hahahaha Ini aja aku lagi nulis jurnal di ruang guru, dikejar deadline soalnya. Mayan kan nambah beberapa kata atau paragraph. “Bu…” Aku menoleh ke depan ternyata ada Pa Irsyad yang udah duduk meja depan, meja punya dia. “Apa Pa Ir?” semenjak aku kebagian ngawas sama Pa Irsyad aku ngerti kalau dia itu bukan tipe orang yang formal, masa dia ngasih tau jawaban ke murid? Udah gitu aku pernah liat dia juga lagi ngobrol santai sama murid-murid di ruang musik. Jadi ya ga perlu terlalu kaku sama formal kayanya kalau sama dia. “Punya hekter?” “engga” Pa Irsyad langsung balik badan setelah aku jawab engga. Dan aku kembali fokus ke laptop buat lanjut nulis. “Kalau lem punya ga?” “Ga punya Pa Ir!!” “Apaan nih pair-pair?” Ka Dian datang sambil membawa Jus pesanan kita. Baik banget nih Ka Dian mau traktir kita Jus hahaha, apa dia lagi hamil? “Yee jus nya datanggg” “Jawab dulu dong ceu, apaan pair?” Aku menatap Ka Dian lalu menatap Pa Irsyad yang lagi menyedot Jus Jeruknya, “namanya kan Pa Irsyad, kalau disingkat jadi Pair?” jawabku sambil membawa Jus jeruk. “Aku kira pasangan” Pa Irsyad menatap Ka Dian, begitu juga aku. Tapi aku ketawa, karena receh banget Ka Dian mikirnya Pair Bahasa Inggris? Jauh banget mikirnya!!!! *** Setelah sejauh ini melupakan Azam, tiba-tiba Azam hadir lagi dengan mengajak aku ke Kick Fest. Aku kaget, benar-benar kaget. Rasanya semua hal yang udah aku tutup kembali kebuka. Aku teringat kembali ke masa-masa bahagia sama Azam sampai ke masa paling sedih dan paling bego, waktu aku milih putus sama Azam. Maksud dia apa ya ngajak aku ke kickfest? Apa dia kangen? Atau dia gabut? Atau dia dapet tiket buy one get one free? Pertanyaan yang waktu itu terus muter di fikiran aku, bahkan sampai otw pergi ke sekolah buat ngajar. Pagi-pagi waktu datang ke ruang guru udah ada Ka Dian lagi minum teh. Aku jalan ke arah mejaku dan mendapati sebuah benda kotak berwarna emas. Dan itu adalah udangan nikah dari Pa Ilham… “Ka Dian kenapa ga bilang Pa Ilham mau nikah?” “Loh aku belum cerita?” “Belummmmm” “Iya dia mau nikah, ini undangannya” “Padahal aku ngeceng loh kak” “Hush udah mau nikah! Mending sama yang di meja ini aja.” Ka Dian menunjuk ke meja sebelahnya “Hmmmm” mendadak jadi keinget sama janji Azam. Acaranya hari Sabtu, sama kaya hari Azam ngajakin ke kickfest, untungnya nikahan Pa Ilham minggu depan. Jadi ga bentrok. Pa Irsyad datang sambil membawa dua gelas di tangannya. Yang satu disimpan di mejanya dan satu lagi disimpan di meja aku. Aku menatap gelas teh itu. “Buat kamu” HEYYYY SEJAK KAPAN SEORANG PA IRSYAD MANGGIL KE AKU JADI KAMU? “CIE” 3 huruf keluar dari mulut Ka Dian. Bakalan jadi bahan gossip Ka Dian kalau ginimah. *** Anggap aja kalian udah tau gimana kelanjutan kisah aku dengan Azam waktu ke Kickfest, iya rasanya mau terbang aja waktu Azam bilang “urang boleh anter ke setiabudi lagi ga?” waktu itu aku cuma ngangguk. Tapi pada faktanya Azam ga bisa terus-terusan anter gue. Karena kadang gue skip atau Azamnya yang telat atau bahkan kita sama-sama sibuk. sibuk buat move on :) “Ka Dian ke nikahan Pa Ilham sama siapa? Bareng donggg” “Sama suami laaah, hayu bareng” “Kirain sendiri ka….” Jawabku. Lupa kalau Ka Dian ini udah nikah. “Yaudah ketemu di sana aja deh” Aneh ga sih kalau ke undangan sendirian? Apalagi ke nikahan orang yang bikin aku move on? Eh apa ajak Azam aja? Tapi malu juga ngajaknya hehehe. -You Got Message- Azam Sabtu besok ada acara? Baru aja dipikirin. +6285776654xxx calling you Siapa nih? “Assalamualaikum?” Waalaikumsalam …. “Eh Pa Ir?” Iya Kenapa pak? Besok ke nikahan Ilham? Iya pak Kalau bareng saya mau? HAH?! Ga usah kaget gitu, mau gak? Kalau mau saya jemput. Whatsapp aja alamat kamu I-iya deh pak mau, lumayan hemat ongkos Oke kalo gitu Pa Irsyad kesamber apa ya tiba-tiba ngajak? Aku menatap layar hp dan melihat pesan dari Azam. Yah gagal ajak Azam. Ko aku malah iya-iya aja lagi waktu diajak Pa Irsyad? Azam Sabtu besok ada acara? Ada jam, mau ke nikahan Siapa yang nikah? Ini temen ngajar Sama siapa perginya? Sama temen ngajar juga Jadi kamu bareng sama pengantinnya? Hah? Engga atuh jam, sama temen yang lain Oh rame-rame? Iyaa Kalau gitu kamu sama urang aja? Eh engga, itu temen aku udah ada yang mau jemput Yaudah. *** Ra bisa ketemu? Hari ini hari Senin. Sebuah pesan masuk itu membuat aku sumringah, Azam ngajak ketemuan lagi. Katanya dia mau jemput aku di sekolah. “Napa nih senyum-senyum?” tanya Ka Dian yang hendak pulang. “Engga apa-apa kaa” “Yaudah deh, pulang yuk?!” “Hayu ka bareng ke depannya, aku dijemput” Ka Dian menatapku, begitu juga dengan sepasang mata yang berdiri disebelah Ka Dian. Mata Pa Irsyad. “Tumben dijemput?” tanya Ka Dian sambil jalan menuju gerbang bersama Irsyad juga tentunya, karena Ka Dian suka nebeng Pa Irsyad. “Gatau aku jug aka hehe” jawabku sambil memperhatikan suasana, dan ya! Aku melihat motor Azam beserta pemiliknya sudah ada di depan gerbang. “Ka Dian, Pa Irsayd aku duluan yaa” kataku sambil menghampiri motor Azam. “Hey” “Eh udah beres? Yu balik” “Iya hayu” Tanpa aku sadar Azam menoleh sedikit kea rah Ka Dian dan Pa Irsyad. “Makin betah ya di sana?” tanya Azam di perjalanan “Ya gitu zam” Azam memberhentikan motornya disebuah warung bakso. Tidak terlalu besar memang, tapi aku tahu pasti warung ini langganan Azam bersama temannya. Sambil menyantap baso, Azam terus berbicara mengenai sekolah tempat aku kerja. “Awas loh sibuk sekolah sampe lupa skripsian” “Engga atuh zam, kan sekolahnya juga Cuma sehari” “terus gimana teman-teman kamu disekolah?” “Baik” “Ada yang suka kamu ga?” Aku menatap Azam. Seperti biasa anti basa-basi. Heran juga kenapa Azam nanya gitu. “ga ada, orang ga ada yang muda” Ekhm. Azam membuka handphonennya lalu memperlihatkan sesuatu. Foto aku sama Pa Irsyad di undangan. Parah sih si Jekialias Jaka alias teman Azam yang ngirim. “Itu ada yang muda” kata Azam sambil melihatku “Lah Pa Irsyad, itu yang ngajak aku bareng ke undangan” “Oh gitu” “Dia guru seni musik zam, aku jarang ngobrol sama dia” Aku yakin Azam penasaran banget sama hubungan aku dan Pa Irsyad apalagi setelah si Jeki ngasih foto aku sama Pa Irsyad. “Jarang ngobrol ko bisa bareng ke undangan?” Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Lagi-lagi Azam protektif. “Ya bisa orang diajak” “Kamu udah move on ya dari aku?” Tanya Azam yang bikin aku bingung mau jawab apa. [Azam]
Aku punya 2tkt kickfest Mau pergi? Setelah pesan itu masuk lewat aplikasi chat, akhirnya disinilah aku. Di Kickfest, sama Azam yang notabennnya adalah mantan aku. “Kenapa ngajak aku ke sini?” ini adalah pertanyaan yang sedari awal udah aku pikirkan semenjak sampai di lapangan komplek tentara ini. Azam ga jawab, dia hanya terus jalan sambil nunjuk-nunjuk stand baju yang ada di sana. Kickfest. Ternyata isinya kaya gitu. Baju-baju distro yang pembelinya bisa dibilang anak tanggung atau orang-orang yang punya selera beli baju distro. Kalau aku sih beli di pinggir jalan juga jadi, yang penting cocok. “Ada yang disuka?” Tanya Azam. Aku cuma geleng kepala, karena emang ga ada yang cocok buat aku. “Jadi udah tau dong kickfest kaya gimana? Suka ga?” dan untuk kedua kalinya aku geleng kepala sambil nyengir. “Yaudah yo balik aja” Tapi ternyata kita ga bener-bener pulang. Azam terus mengendarai motornya tanpa arah, mengelilingi Bandung. Seperti saat waktu kita… ekhm… sebelum putus. Sekarang yang ada di fikiran gue adalah, Azam masih sama. Setelah kurang lebih 3 bulan putus, Azam masih bawel kalau bareng aku. Untungnya bawelnya itu tidak membuka masa lalu kaya ngobrolin gimana kita bisa putus. Kan malu. “Kamu tau ga kenapa urang ngajakin ke kickfest?” “Hmm…” aku pura-pura mikir. Boleh ga sih kalau aku jawab “gara-gara kangen?” atau “pengen ditemenin?” tapi takutnya dibilang GR hahahaha. “Gara-gara punya tiket gratisan?” akhirnya itu jawaban yang aku lontarkan. “Yakali!! Bukan lah!” “terus apa?” “ada di kata pertama” “Hah?” Aku sekarang bener-bener mikir, kata pertama dia apaan? Oh iya….. ‘kamu’ ah berarti aku dong? Aku akhirnya diam ga jawab pertanyaan Azam. Deg-degan masa. Lagian bingung juga ini kan pertanyaan udah dijawab sama Azam sendiri? “Kasian ya itu supir angkot jadi ga di waro gara-gara orang di pinggir jalan sibuk main gadget” kata Azam yang sepertinya mengalihkan pembicaraan kita tadi. Aku akhirnya menjawab ‘heueuh’ atau iya dalam Bahasa Sunda. “Terus sekarang kamu sibuk ngerjain proposal ya?” Tanya Azam lagi sambil tetap fokus mengendarai motornya. “Iya…. Ko tau?” “dari status whatsapp kamu atuh neng, kita putus ga berarti urang hapus kontak kamu kan?” Jujur jawaban Azam itu bikin aku shock. Gilasih dia ngomong gitu tuh nyindir aku apa gimana? Karena cerita awal setelah putus aku mau block Azam, soalnya takut ga siap liat dia update sama peliharaan barunya (*gebetan barunya). “Oh iya iya hehehe….kalau kamu sibuk apa jam?” “Sibuk move on tapi ga bisa” Lagi-lagi Azam bikin aku shock. “Bercanda…..” Bercandaan dia itu bikin aku mau lompat dari motornya aja tau gak, jujur malu nih aku berasa tersudutkan. Azam menjawab lagi dengan bilang “ga sibuk sih, soalnya ga ada yang dijemput ke Setiabudi atas jadi banyak jam kosong”. Ga kuat aku kalau begini terus. Setiabudi itu tempat aku ngampus. Dan maksud Azam itu jemput aku? Tapi hari itu, dari Sabtu siang sampai menjadi sabtu malam, atau lebih tepatnya malam minggu, aku habiskan waktu sama mantan. Kita ngobrol apapun yang bisa menjadi bahan obrolan walaupun kadang aku jawab ‘hah?’ atau ketawa doang karena suara Azam yang tertutup sama deru angin. Aku diantar pulang olehnya tepat di depan rumah. Aku turun dari motornya lalu mengucapkan terima kasih untuk hari ini. Azam mengangguk lalu bilang “salam ke ibu” dan jawabku “waalaikumsalam”. Begitu aku membuka pagar, Azam memanggilku kembali. Aku menoleh ke arahnya. “Ekhm…kalau urang anter jemput kamu lagi ke Setiabudi, boleh?” *** Rasanya aneh ga sih jalan sama mantan? Mama aja sampai kaget waktu aku izin mau jalan sama Azam waktu ke Kickfest, katanya “Lah bukannya udah putus?” Iyasih udah putus, tapi ga putus tali silaturahmi juga kan? Setelah di awal semester Azam ngajak jalan ke Kickfest, kini di akhir semester Azam ngajak aku ke Kebun Binatang. Percaya ga sih aku pulang kuliah langsung diculik sama dia? Awalnya aku mau main di kostan temenku tapi ga jadi karena dia yang tiba-tiba chat ‘main kuy’ lalu aku mengiyakan ajakan dia. Kata Azam mau ngelunasin hutang. Soalnya dulu belum kesampean jalan-jalan ke Kebun Binatang. “Kita silaturahmi sama uwa kamu” kata Azam setelah membeli tiket masuk. Aku tau maksud Azam, silaturahmi sama orang utan? Parah emang nih si Azam. Tapi udah lama juga aku ga ke Kebun Binatang. Terakhir ke sini jaman SMA kelas X, waktu itu HP aku baru ilang, di copet dan rasanya sedih banget, Entah kenapa aku kepikiran pengen main ke Kebun Binatang. Dan hari ini aku kesini sama Azam karena selain Azam membayar hutang sekalian membuat aku refreshing dari penatnya nyari judul untuk skripsi. Kata Azam aku kasian, nyari objek buat judul sampai harus merelakan segalanya, termasuk KPOP yang mulai aku tinggalin. Lagi-lagi Azam tau apa yang lagi bikin aku muak banget sama dunia kampus. Sekarang Kebun Binatang Bandung udah beda. Ya bayangin aja udah berapa tahun coba ga ke sini? Dulu ada wacana ke sini pas denger ada gajah yang sakit, tapi sampai gajah itu mati pun aku ga sempet kesini. Rasanya suka aja gitu lihat-lihat binatang yang lagi berjemur , lagi nyantai tiduran atau nungguin kita ngasih makan. Kaya ga ada beban gitu hahahaha. “Noh uwa kamu!!” kata Azam sambil berjalan ke kandang orang utan. Aku ketawa. Tapi pas lihat orang utan itu, aku jadi sedih masa. Dia sendirian, terus dari raut mukanya kaya ga mood gitu (*aku so tau banget ya?) “Kasian ya Zam, dia sendirian…” kataku sambil terus menatap orang utan itu. “lucu…” Aku menoleh ke Azam, apaan dia bilang orang utannya lucu segitu muka dia bad mood gitu? Tapi ternyata dia lagi mengarahkan lensa kameranya ke arah aku, dari pinggir. “Kamu lucu waktu kasian sama orang utan, mirip-mirip gitu” satu pukulan mendarat di lengan Azam dariku, orang lagi iba, dia bilang lucu. Heran. Kami lanjut berjalan ke kandang-kandang selanjutnya. Melihat unta, burung-burung, kuda nil, harimau, sayang waktu itu kandang-kandang ular sedang di renovasi, padahal aku ingin lihat ular. “Aneh, orang yang lain pengen liat yang lucu-lucu, ini malah pengen liat ular” kata Azam. “Gara-gara sering nonton youtube Panji Petualang, aku jadi pengen liat ular lebih deket jammm” “oooh Panji Petualang” “……Ah Panji Petualang mah kalah sama urang” sambung Azam “Kenapa?” tanyaku “Panji itu bisanya naklukin binatang buas, kalau urang kan bisa naklukin kamu” Rasanya pengen teriak denger Azam ngomong gitu. Cringe banget tau gak. Dulu aku pernah bilang kalau dia itu cowok dingin anti gombal-gombal club ya? Ingin aku tarik lagi ucapanku, boleh ga? Hahaha “jadi aku disamain sama binatang nih?” Azam cuma ketawa denger aku bilang gitu. “Tapi itu dulu…” “Apaan? Nyamain aku sama binatang?” tanyaku “naklukin kamu” “maksudnya?” “Dulu aku bisa naklukin kamu, tapi lepas” Aku tau arah pembicaraan Azam kemana. Dia kembali membuka masa lalu, dari jaman Azam mulai mendekati aku yang katanya susah sekali buat diajak main. Sampai akhirnya aku bisa jalan berdua sama Azam, seperti sekarang ini. Walaupun ya udah putus. “….tapi sekarang lagi usaha lagi, buat naklukin” sambung Azam. Aku cuma ketawa. Azam ternyata belum menyerah. Boleh ga kalau aku GR gara-gara omongan dia? Hahaha. Jadi inget sama kata-kata Azam waktu aku ikut ke wisuda temenku dan Azam cemburu, Harus dijaga, dapetnya aja susah masa mau dibiarin banyak yang caper? Lalu kenapa dia mengiyakan ketika aku minta putus? Bulan Oktober...
Udah mulai masuk musim penghujan ya? Musim dimana dingin dan basah menyatu. Pagi ini hujan datang tiba-tiba, membasahi bumi, membuat bau tanah basah menyeruak dan membawa kenangan kembali tanpa aba-aba. Hari itu aku ngampus pagi, rintik hujan di jendela menemaniku berdiam diri di ruang kelas. Hujan mengingatkanku pada waktu itu. Waktu beberapa bulan kebelakang dimana aku dan Azam memilih buat udahan aja. Semua berawal dari KKN. Aku dan Azam membuktikan cuitan-cuitan netizen soal “brace yourself buat yang punya pacar, jangan kaget ntar pas balik KKN pacar lu tiba-tiba berubah”. Pada awalnya Azam jadi makin protektif dengan ngechat,nelfon secara terus menerus. Tapi ditempat KKN yang minim sama sinyal buat aku kesel juga kaya “apasih aku kan baik-baik aja disini”. Lama-lama ngerasa risih sama Azam dan merasa nyaman sama yang disana. Padahal Azam kaya gitu adalah reason biar aku tetap ada di genggaman dia. Tapi ternyata yang disana hanya sebagai tamu, dia hanya singgah bukan menetap. Kalau di Film Mengejar Matahari ada quotes “Ternyata dia bukan matahari, dia Cuma pelangi yang hadir dengan segala warnanya yang indah tapi hanya sejenak..” Sekarang waktu udah berjalan beda. Aku udah ga jalan sama Azam diatas aspal yang basah sehabis hujan Aku dan Azam ga akan ngomentarin orang-orang dijalanan Azam ga akan ngasih gombalan receh dia buat aku Azam yang minta handbody buat tangan dia yang habis ngerokok Azam ga akan datang bawa helm dan jaket lalu bilang “pesen grab neng? Hayu sini biar boncengannya ga berdebu” Ga ada Azam yang bosen denger aku nyanyi lagu Kpop, Ah tapi waktu terus berjalan, aku aja udah mulai lupa kalau aku sefanatik itu sama KPOP. Segampang itu loh aku berubah ga fanatic lagi, tapi ko lebih susah ya, buat lupa sama semua tentang kamu zam? Aku udah biasa ngerjain semua rutinitas seperti biasa, sendiri atau sama teman-teman, walaupun hampir di semua aktifitas aku ada aja omongan “Yaaah jadi inget Azam!” yang buat teman aku nepuk pundak memberi isyarat "sabar ya" Tapi ya mau gimana, semua salah aku. Hujan belum juga berhenti, sama seperti semua kenangan tak kunjung berhenti berputar difikiranku. Semuanya belum bisa berhenti. -You have a new message- [Azam] Aku punya 2tkt kickfest mau pergi? Ada yang beda di bulan puasa tahun ini, apalagi kalau bukan ada dia, Azam. Ga beda sih, sama aja aku tetap buka puasa pas adzan magrib hehehehe. Ga lucu ya? Okelah ga apa-apa.
Bedanya tahun ini ada yang ajakin aku ngabuburit. Aneh banget Azam tuh, jam 3 udah stay di rumah ngajakin ngabuburit. Padahal kan jam 4 juga bisa. Tapi kata dia “jam setengah 5 kudu balik deui, kan jam 5 rék goyang Shopee” maksudnya dia tuh, dia mau nemenin aku goyang shopee jam 5 sore. Soalnya kalau yang jam 5 subuh dia ga kuat nemenin katanya mau tidur aja. Iyain biar cepet. Ngabuburit sama Azam itu super random. Kita ga pernah punya tujuan pasti mau kemana, yang jelas menghindari jalan yang macet, karena kita butuh kebebasan. Pernah lewat gedung sate, BMC, sekolah kita dulu, pokoknya random. Kadang kita suka ngomentarin orang-orang yang dijalanan. Ngomentarin ya, bukan ngegibah. Kalau ga main keluar biasanya kita diem aja dirumah masing-masing atau dia main ke rumah aku. Kita bukber baru sekali, soalnya Azam inget kalau aku tidak menerima acara bukber tahun ini, tapi ya omongan dengan realita tidak sejalan. Pas aku bilang mau bukber Azam pasti ngomong “bukannya dulu bilang moal bukbernya?” hehehehe. Biasanya jam 5 lebih berapa menit habis nemenin aku goyang shopee, dia pasti pamit pulang. Katanya mau buka puasa dirumah. Ibu aku suka nyuruh dia buka dirumah aku aja, tapi dia nolak terus. Malahan selalu siap-siap pake helm. Aku cerita ke Azam kalau mama inget, dua tahun lalu pernah ada yang buka dirumah aku. Tahun kemarin emang ga ada, dan sekarang ada orangnya ko ga mau buka dirumah? Jawaban Azam pasti gamau ngerepotin. Aneh padahal mama suka kalau ada dia. Katanya ada batur ngobrol (terus aku gabisa diajak ngobrol ma?) Sebelum puasa aku pernah galau gara-gara cowok dua tahun lalu itu. Azam diem aja, katanya capek. Iyasih aku juga capek, terus kenapa aku harus ngegalauin dia kalau udah punya Azam? Kesalahan aku. Tapi sekarang b aja. Toh udah bahagia sama jalannya masing-masing hahahaha. Sekarang aku lagi suka sama pemain band bukan anak boyband lagi hahaha, aku suka drummer. Pas aku lagi sama Azam aku nanya “Azam ga mau jadi pemain drum?” dia memasang muka aneh “nanaonan? Geus we daripada tatabeuhan mending main ludo bareng kamu” iya posisinya kita lagi main Ludo. Begitu doang aku ketawa dan inget terus loh. Sebelum puasa juga aku daftar KKN. Azam sih bodoamat aku mau KKN dimana juga. Sampai aku kirim suatu komentar tentang KKN. Azam cuma bales “kita liat aja nanti ya…..” |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
August 2021
Categories |