Malam itu aku mendengarkan lagu secara acak sambil mengerjakan kerjaanku yang ga ada ujungnya. Mulai dari lagu rock, jazz, have fun, sampai lagu galau.
Di tengah menyelesaikan kerjaan, aku membuka Instagram yang jarang sekali aku buka. Ada angin apa ya tiba-tiba pengen buka Instagram? Gumamku dalam hati. Aku mulai menscroll foto-foto teman-temanku. Lalu mataku tertuju pada instagram story dari Azam. Aku ragu untuk membukanya…tapi aku penasaran. Saat itu pula lagu Day6 yang berjudul Still terputar secara otomatis. Benar saja… sesaat aku melihat storynya rasanya aku ingin menangis, ditambah lagu Still yang terdengar between you and me those sunny days were already over I threw it away, but it’s hard to give up I guess I still want you Aku melihat foto Azam bersama perempuan yang waktu itu dia kenalkan. Perempuan itu terlihat cantik dan anggun. The type of girl I’ll never be. Rasanya moodku langsung berubah padahal aku dalam keadaan hati dan perasaan yang baik-baik saja. Azam yang dulu pernah aku bangga-banggakan. Yang dulu selalu ada untukku dikala aku tidak bisa tidur di malam hari. Lelaki yang peka akan suasana yang terjadi. Lelaki yang aku sia-siakan…. Dan kalimat “kalau saja…” terus berputar di pikiranku Kalau saja dulu aku tidak melakukan hal bodoh, mungkin sekarang dia masih di sini, masih bersamaku, masih disampingku saling menyemangati dalam urusan kerjaan. Masih memberiku puisi-puisi hasil karyanya, masih bertukar sapa…masih… segalanya...masih bersamanya.
0 Comments
"Zam boleh minta tolong?"
Pukul 19.30. Aku masih berkutik di depan laptop dengan beberapa buku yg tertumpuk di atas meja. Tugas kuliah ini.... ah tidak akan ada habisnya jika aku bercerita bagaimana tugas kuliah ini benar2-benar menyita waktuku. Buktinya sekarang aku masih duduk di perpustakaan. Untung saja hari Rabu, perpustakaan di kampusku buka sampai jam 9 malam. Dan tadi, 15 menit yg lalu aku memberanikan diri untuk menelefon Azam. Bukan tanpa alasan aku menelefonnya, tapi kali ini aku rasa butuh bantuannya. Aku mau meminta tolong Azam mengisi beberapa kuisionerku. Oke jangan tanya kuisioner apa dan kenapa harus Azam yg mengisi. Karena waktu yg sudah mepet, H-2 sebelum pengumpulan, jadi aku melakukan cara ninja. Mengingat teman-teman semasa S-1 ku sudah pulang ke kampung halaman masing-masing, jadi orang pertama yang aku ingat masih berada di Bandung adalah Azam. "Urang udah di luar" Setelah membaca pesan tersebut aku segera mematikan laptop dan membereskan barang-barangku. Ku lihat keadaan perpustakaan yang ternyata belum sepi-sepi amat, mengingat waktu bukanya sampai jam 9 malam. Punggungnya. Aku melihat punggung Azam dengan jaket kesayangannya yang sedikit basah di bagian pundak. Ternyata malam ini hujan turun cukup deras. Aku merasa bersalah menatap punggungnya itu. "Zam.." "Eh Ra..." "Maaf ya ngerepotin" "Ga apa-apa Ra. Tadi juga sekalian habis kerja main ke daerah sini" "Ah iya-iya" Aku lupa kalau Azam sudah bekerja di salah satu firma hukum. Yap Azam adalah mahasiswa hukum yg kini sudah mulai merintis karirnya. "Mau ngisi kuisioner di mana zam? Di sini?" Tanyaku "Basah atuh Ra" "Hehehe. Di mana dong?" "Kamu udah makan?" Aku menatap matanya dibalik lampu remang-remang teras perpus ini. "Belom sih hehe, kan ngejar deadline" Azam tertawa sambil memegang tengkuknya "kalo urang ngajak makan...mau?" Hahaha percakapan ini. Dulu sewaktu Azam sedang mendekatiku, pertanyaan ini sangat susah untuk aku jawab Iya atau mau. Karena memang aku ini bisa aja diajak chat sampai malam, tapi sangat susah untuk diajak main ke luar. Jangankan main, sekedar makan di dekat rumah pun aku selalu punya 1000 alasan untuk menolak. Karena aku yg tidak berpengalaman pergi bersama orang yang sedang mendekatiku, jadinya selalu dirundung overthinking. Tapi Azam juga punya 1001 cara sampai akhirnya bisa mengajakku makan dan pergi bersamanya. Aku mengangguk tapi melihat keadaan yang sedang hujan begini bagaimana bisa naik motor? "Itu urang bawa mobil kok. Tuh di depan. Kehujanan dikit ga apa-apa ya?" Azam seakan-akan bisa membaca pikiranku. Aku mengangguk lagi dan bersiap-siap untuk menerjang hujan bersama Azam. "Siap ya...1...2...3" Aku dan Azam pun berlari. "Ramen yu Ra, kayanya enak hujan-hujan gini" kata Azam setelah sampai di mobil dan menyalakan mesin mobilnya. "Hayu" Kami pun pergi ke tempat ramen yg tidak jauh dari rumahku. Daerah sini hujannya sudah berhenti. Tinggal dinginnya aja. "Nih Zam kuisionernya. Kalo bisa tulisannya dibedain ya. Soalnya mau dilampirin di makalahnya" "Ok siaaap" Aku menatap Azam yg sedang mengisi kuisioner tentang makanan khas daerah. Awalnya Azam nampak serius. Tapi dikuisioner ke 5 dia mulai menjawab asal. "Beres nih ra" 15 kuisioner sudah Azam isi dalam kurun waktu 30 menit. Kini aku bisa sedikit bernafas lega. Tinggal di submit, lalu dilihat hasil, udah gitu print terus jilid. Beres sudah tugas ini.... Setelah selesai makan, kami tidak langsung pulang. Kami mengobrol apapun yang bisa dijadikan bahan obrolan. Aaaaa aku rindu sekali masa-masa seperti ini. "Eh Ra, liat ini deh" Azam memberikan ponselnya dan terlihat di layarnya ada foto Azam dengan seorang perempuan. Deg "Siapa nih Zam? Pacar baru?" Kataku berusaha setenang mungkin bertanya. "Bukan Ra" seulas senyum tersirat dibibirku. "Tapi kayanya dia berusaha ngedeketin urang deh" "Terus terus gimana?" "Ya gatau sih. Urang udah intens chat sama dia. Tapi kaya ketemen biasa gitu" "Belom lama kali deketinnya, jadi belom dapet feelnya" "Iya juga sih ya. Tapi ya...gatau deh masih ngawang" Aku tersenyum. Rasanya seperti ini toh melihat mantan punya gebetan baru. Ah ini juga mungkin yang dirasakan Azam waktu aku dekat dengan Pa Irsyad... "Kalo kamu gimana Ra?" "Gimana apanya?" "Sama guru itu...masih kan?" Aku menarik nafas lalu mengeluarkannya perlahan "Kalau aku bilang udah ga ada apa-apa lagi sama dia, kamu bakal percaya ga, Zam?" Azam terdiam sesaat, lalu tersenyum dan menepuk lenganku "Ga apa-apa bukan jodoh berarti Ra" |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
August 2021
Categories |