Kalau ga salah waktu itu awal bulan ditahun 2019. Setelah proposal skripsi aku lewati, mama ngajak aku pergi untuk sekedar ‘main’ di pantai. Sebelum pergi feelingku udah ga enak, ga tau kenapa.
Masuk bus, aku aktifkan data selularku. Begitu banyak chat dari grup angkatan. Ada apa ya? Itu pertanyaanku. Ternyata, nama dosen pembimbing sudah keluar. Aku penasaran sekaligus gugup, soalnya teman-temanku yang lain dapat dosen pembimbing yang mereka inginkan. Aku? Ternyata tidak. Dari tiga dosen yang waktu itu menguji proposal skripsiku, tidak ada satupun yang jadi dosen pembimbingku. Shock, sangat shock. Selama perjalanan aku tidak bisa merasakan rasa liburan samasekali. Yang aku fikirkan adalah “bagaimana kelanjutkan skripsiku?” FYI, waktu ujian proposal aku cukup repot diakhir. Ketika ujian proposal, judul yang aku ambil ternyata objeknya sudah pernah diteliti sekitaran tahun 90an. Lalu aku mencari objek lain. Terhitung sudah 3x aku ganti objek sebelum deadline pengumpulan proposal skripsi. H-2 pengumpulan, ketika aku hendak meminta tanda tangan dosen penguji, lagi-lagi objek aku ditolak. Alasannya objek alias buku yang aku pakai mengandung unsur-unsur yang tidak cocok untuk anak-anak. Baiklah, dikala teman-temanku sudah mendapatkan acc dosen, aku masih harus mencari objek. Ga apa-apa aku kuat. H-1 pengumpulan skripsi, ketika aku di acc oleh dosen pertama, ternyata dosen ke 2 enggan untuk menanda tangan, alasannya? Proposalku kurang rapih, tidak sesuai dengan pedoman karya ilmiah. Oke, aku terima. Waktu itu aku minta tanda tangan barengan sama teman-temanku yang lain, dan semua acc, kecuali aku. Ketika aku keluar dari ruangan dosen dan masuk ke kelas, teman-temanku sedang membicarakan hal itu. Ternyata ada temanku yang masih salah sama seperti aku, tapi tetap di acc. Sedih sekali rasanya. Ga apa-apa sekali lagi aku kuat. Tapi ketika satu temanku yang lain, yang tadi minta tanda-tangan bersamaku dan melihat bagaimana aku tidak diacc bertanya “Gimana udah di ttd?” rasanya sakit, sakit sekali. Padahal dia melihat aku tidakdapat acc, tapi tetap saja bertanya. Entahlah, mungkin basa-basi? Atau memang dia tidak lihat waktu proposalku ditolak mentah-mentah. Aku berusaha tegar di depan mereka, lalu keluar dari kelas dan tersenyum. Waktu itu tepat sekali, teman seperjuanganku lewat hendak masuk kelas, dan disitu tangisku pun pecah. Untuk pertama kalinya aku menangis karena pertanyaanku orang terdekat. Sekarang ayo kembali ke perkara dosen pembimbing. Setelah tau nama-nama dosen pembimbing, aku benar-benar butuh penyemangat. Kalian tau rasanya udah punya harapan tinggi tapi ternyata dijatuhkan dengan kenyataan? Seperti itu. Orang bilang akan mendapat satu di antara 3 dosen penguji. Dosen penguji proposal skripsiku itu adalah orang-orang hebat yang dipercaya oleh banyak mahasiswa. Aku sudah tinggi pasti dapat di antara mereka, taunya dapat yang jauh di luar eksepetasi. Rasanya butuh disemangatin sama teman-teman terdekatku kaya “Ayo semangat!” atau “ga apa-apa semua dosen bagus kok” tapi lagi-lagi ekspetasi tidak sesuai dengan realita. Mereka udah bahagia dengan nama-nama dosen yang menjadi pembimbing mereka, dan mana inget aku? Untungya teman yang waktu itu jadi tempat aku nangis punya nasib yang sama. Dia benar-benar nguatin aku. Di saat seperti ini akan kelihatan mana yang benar-benar teman dan mana yang acuh tak acuh. Dan semenjak kejadian ini, hidupku berubah. Jujur aku takut harus ke kampus dan bertemu anak-anak yang mendapat pembimbing dosen yang aku mau. Iya, mungkin aku iri sekaligus malu. Kenapa aku bisa dapat dosen yang beda padahal mereka satu fokus denganku. Aku merasa kecil. Untungnya PPL menyelamatkan kehidupan perkuliahanku. Aku jadi jarang ke kampus dan untungnya kalau aku bimbingan bukan di gedung tempat aku kuliah., di mana ada mereka juga yang sedang bimbingan. Tau gak aku struggle menjalani kehidupan skripsiku. Bukan skripsinya, tapi diri aku yang ngejalaninnya. Sempet ngerasa ga pede sama judul aku sendiri, malu ketemu orang-orang dan bener-bener butuh support. Ga jarang aku ketawa-tawa di luar, seakan-akan everything it’s okay, padahal pas malam tiba aku nangis. Nangis sejadi-jadinya karena semua yang aku alamin. Aku bisa bilang ‘semangat!’ ke orang-orang, tapi aku sendiri ngerasa ga bisa semangat. Down terus apalagi kalau sendirian. Takut ditanya gimana progress skripsiku, takut ditanya siapa pembimbing, takut natap mata orang. Intinya aku insecure sama orang-orang di sekitarku. Tapi, Alhamdulillah, skrpsiku ternyata berjalan lancar. Malah di luar dugaan, cepat sekali aku mendapat acc dari bab ke bab. Eh itu baru acc dosen pembimbing pertama, gimana sama dosen pembimbing ke dua? Waktu itu aku sedang melaju bab IV. Ketika aku sedang mengambil SK, tidak sengaja ada surat yang isinya menyatakan kalau dosen pembimbing dua ini akan pergi untuk ibadah haji. Lagi-lagi aku shock. Karena beliau akan pergi dalam kurun waktu yang cukup lama. Ketika sidang pun kemungkinan ibu tidak ada. Dan ketika dikonfirmasi, ibu akan pergi kurang-lebih 2 minggu lagi. Pertanyaanku, apa bisa aku merampungkan semua bab dalam kurun waktu 2 minggu? Rasanya bisa, tapi aku ragu. Apalagi ketika bimbingan, beliau bilang kalau ternyata keberangkatannya dimajukan satu minggu. Makin kelimpungan. Dengan segala cara, tidak tidur dan fokus mengetik selama waktu deadline membuat skripsiku akhirnya di acc, dan dosen pembimbing ke duaku bisa beribadah dengan tenang, aku juga. Yang penting diacc. Aku kembali ke dosen pembimbing pertama, Alhamdulillah tidak lama setelah acc dosen kedua, dosen pertamaku juga mengacc skripsiku. Dan akupun bisa mengajukan sidang gelombang 1. Darisitu aku mulai percaya diri lagi. Toh aku dibimbing oleh dua dosen yang ternyata memberi aku kemudahan. Ga apa-apa teman-temanku berfikiran bahwa aku akan ‘habis’ ketika sidang, yang penting skripsiku rampung. H-3 sebelum sidang. Mama harus pergi ke Medan karena tugas mendampingi bapak. Kakaku baru saja melahirkan 2 hari lalu, jadi kakaku masih di rumah sakit. Aku? mempersiapkan sidang sendirian. Walaupun ada adik, tapi ya di rumah kita berdiam diri di kamar masing-masing. Rasanya aku seperti anak kostan saja. Padahal hidup di rumah sendiri, tapi berasa anak rantau jauh dari keluarga dan harus mandiri. H-1 sebelum sidang. Nama dosen penguji keluar. Kalian tau? Aku mendapat triple kill. Sudah kuduga aku akan mendapatkan 1 di antara 3 dosen penguji yang waktu itu menguji proposal skirpsiku juga. Yang aku lakukan tinggal berdoa dan ikhtiar. Oh iya perlu kalian tau, aku lagi-lagi senasib dengan teman yang menjadi tempatku menangis. Bersyukur sekali aku mendapatkan sahabat sepengertian dia. Hari H sidang Temanku dapat urutan pertama, dan aku urutan ke dua. Tapi kenyataanya kami digeser sampai waktu cukup siang. Dikala yang lain berhafal, aku tidak bisa. Aku bisanya mondar-mandir, ketawa-ketiwi, mendengar yang ngafalin, ah pokoknya aku ga bisa ngafalin. Sampai nama temanku dipanggil dan aku baru bisa diam. Temanku disidang cukup lama, bikin aku deg-degan. Dan ketika dia keluar sambil menangis, membuat aku juga menangis dan rasanya ‘mau mati’ saking takutnya. Di ruang sidang aku mulai presentasi hasil skripsiku. Lalu mulai ditanya-tanya, apakah aku keukeuh terhdap pendirian atau mengakui kesalahan. Dari semua pertanyaan, ada pertanyaan yang membuat aku menangis. Ketika dosen penguji mengaitkan dengan ‘orang tua’. Entah kenapa bayangan mama tiba-tiba saja datang ketika aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Lalu satu persatu air mataku mulai mengalir. Aku tidak bisa berfikir jernih, yang aku fikirkan hanya “nanti kalau aku ga lulus, bilang ke mama sama bapa di Medan gimana?” jadi aku terus menahan tangis tanpa bisa berifikir. Akhirnya dosen mengakhiri sidangku. Mereka kecewa karena aku menangis. Kecewa juga karena skripsiku katanya tidak rampung, dan mentalku jelek. Aku sudah berfikir “wah ga akan lulus nih aku” sambil terus menangis. Tanganku sudah bergetar, fikiranku tidak karuan. Setelah dosen keluar dari ruang sidang, teman-temanku menghampiri, di situ tangisku pun pecah. Aku takut sekali tidak lulus, takut orang tuaku juga kecewa dengan hasil selama satu semester ini. Kalau kalian belum tahu, mamaku itu alumni dari jurusanku ini. Dan dosen-dosen juga mengenal mamaku. Makanya ketika aku tidak bisa menjawab yang aku ingat adalah aku takut mengecewakan mamaku yang satu almamater denganku. Keluar dari ruang sidang aku nangis lagi. Nangis teringat dengan omongan-omongan dosen penguji. Terus mengingat teman-teman lain yang akan datang untuk memberi ucapan selamat untukku. Intinya aku takut tidak lulus. Siang berganti sore. Waktu yudisium pun tiba. Dosen-dosen mengumpulkan kami yang sudah sidang dengan raut muka yang cukup menyeramkan. Aku berusaha untuk tidak menangis kala melihat dosen-dosen penguji dan dosen pembimbingku. Kepala prodi memanggil sau persatu nama yang dinyatakan bermasalah selama sidang, termasuk namaku. Aku sudah pasrah ketika namaku disebut. Sudah mikir ‘pasti ikut gelombang 2’ ya ga apa-apalah jadi ada pengalaman sidang. Nama-nama yang dipanggil di awal dipersilahkan untuk menyisi. Lalu nama-nama lain yang notabennya tidak bermasalah disebut satu persatu dengan kalimat ‘lulus dengan yudisium…’ Sampai nama terakhir yang tidak bermasalah disebut, dosen-dosen kembali fokus terhadap kami yang ‘bermasalah’. Kata dosen-dosen ‘mau bagaimana?’ ‘ikut gelombang 2 saja ya?’ begitu. Dan aku iya-iya saja karena mau menolak pun tidak bisa. Lalu nama salahsatu dari kami disebut dan dinyatakan lulus. Hmm ternyata nama-nama dari yang bermasalah pun bisa lulus :) satu persatu nama sudah disebutkan. Hanya bersisa aku dan temanku dari kelas lain. Kaprodi yang juga mengujiku saat sidang bilang bahwa beliau kecewa sekali, belum lagi mentalku yang tidak kuat. Aku hanya tersenyum, bingung mau jawab apa. Tapi tiba-tiba dosen pengujiku yang lain tiba-tiba bilang “LULUS” rasanya seperti melayang. Aku nangis lagi. Aku mendengar kata kaprodi, takutnya salah. Tapi ternyata benar, IP ku disudah disebutkan dan sudah dinyatakan lulus. Aku nangis, hari itu seperti dinaik-turunkan perasaanku. Padahal sebelumnya aku sudah dikasih tau bahwa aka nada prank dari dosen-dosen sama seperti saat ospek. Tapi tetap saja terbawa suasana. Kali itu aku nangis bahagia, rasanya semua terbayarkan. Walaupun tetap ada revisi tapi rasanya ngemplong. Bertemu dengan teman-temanku yang sudah menunggu untuk mengucapkan selamat. Setelah semua beres, aku menelfon orang tuaku yang sedari tadi aku telfon tapi tidak diangkat. Ketika diangkat dan mendengar suara bapak, aku lagi-lagi menangis. Saat bapak mengucap ‘halo’ aku bilang ‘pak mel udah lulus jadi S.Pd.’ sambil menangis. Bapaku hanya mengucap ‘selamat’ lalu menyerahkan ponselnya kepada mama. Mungkin beliau tidak tega mendengar aku menangis. Dan mendengar suara mama rasanya benar-benar susah bilang ‘ma aku S.Pd.’ karena diikuti sesenggukan. Memang aku ini payah kalau sudah membicarakan perihal orang tua. Mama dan bapa ikut bangga dari sebrang pulau. Pulang ke rumah yang sepi itu aku langsung tidur karena pusing dan sesak yang melanda. Anehnya aku merasakan pusing dan sesak tapi tetap terasa nyaman. Mungkin efek setelah sidang :) Dari semua rentetan kejadian yang aku alami dari proposal skripsi, bimbingan, sampai dengan sidang banyak sekali makna hidup yang aku dapat. Yang jelas aku percaya dengan ayat di Surat Al Baqarah ayat 216 yang artinya “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Namun, boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah maha mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”. Ayat ini aku jadikan inkripsi karena memang benar-benar cocok untuk aku pas tau dosen pembimbing sampai akhirnya bisa diacc. Dan surat Asy-Syrah ayat 5-6 yang artinya “Maka sesungguhnya bersama kseulitan itu ada kemudahan” “sesungguhnya bersama kseulitan itu ada kemudahan” Itulah perjalanan aku selama satu semester ini… Belum beres...... perjalanan menuju wisuda pun tidak sesenang yang aku bayangkan. H-7 wisuda, bapak belum dapat kepastian bisa ke Bandung atau tidak. Karena kondisi negara yang kurang bersahabat akhir-akhir ini. Ditambah H-5 wisuda, mama harus kembali terbang mendampingi bapak. Dan lagi-lagi aku ditinggal. Untungnya mama kembali 2 hari sebelum wisuda, meski tidak bersama bapak. dan Allah menjawab doaku, malam sebelum hari wisuda bapak bisa pulang. Betapa bersyukurnya aku saat itu. Ada lagi drama.. air di rumah mati. Sedangkan besok aku wisuda. Untungnya ada PDAM yang mau mengirimi air gratis, huhuhu lagi dan lagi aku bersyukur doaku cepat dijabah oleh Allah. Akhirnyaaaa 10 Oktober 2019, namaku resmi bertambah gelar S.Pd.
0 Comments
|
Archives
August 2023
Categories |